BUDAYA MANUSIA BUGIS
Orang bugis memiliki berbagai ciri yang sangat menarik.
Mereka adalah contoh yang jarang terdapat di wilayah nusantara. Mereka mampu
mendirikan kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh India.
Dan tanpa mendirikan kota sebagai pusat aktivitas mereka.
Orang bugis juga memiliki kesastraan baik itu lisan maupun
tulisan. Berbagai sastra tulis berkembang seiring dengan tradisi sastra lisan,
hingga kini masih tetap dibaca dan disalin ulang. Perpaduan antara tradisi
sastra lisan dan tulis itu kemudian menghasilkan salah satu Epos Sastra
Terbesar didunia Yakni La Galigo yang naskahnya lebih panjang dari Epos
Mahabharata.
Selanjutnya sejak abad ke 17 Masehi, Setelah menganut agama
islam Orang bugis bersama orang aceh dan minang kabau dari Sumatra, Orang
melayu di Sumatra, Dayak di Kalimantan, Orang Sunda dijawa Barat, Madura di
jawa timur dicap sebagai Orang nusantara yang paling kuat identitas
Keislamannya.
Bagi orang bugis menjadikan islam sebagai Integral dan
esensial dari adat istiadat budaya mereka. Meskipun demikian pada saat yang
sama berbagai kepercayaan peninggalan pra-islam tetap mereka pertahankan sampai
abad ke 20 salah satu peninggalan dari jaman pra islam itu yang mungkin paling
menarik adalah Tradisi Para Bissu (Pendeta Waria).
Bagi suku-suku lain disekitarnya orang bugis dikenal sebagai
orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila
perlu demi kehormatan mereka orang bugis bersedia melakukan tindak kekerasan
walaupun nyawa taruhannya. Namun demikian dibalik sifat keras tersebut orang
bugis juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain
serta sangat tinggi rasa kesetiakawanannya.
Orang eropa yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah
bugis adalah orang Potugis. Para pedagang eropa itu mula-mula mendarat
dipesisir barat sulawesi selatan pada tahun 1530. akan tetapi pedangan portugis
yang berpangkalan dimalaka baru menjalin hubungan kerjasama dalam bidang
perdagangan secara teratur pada tahun 1559
ASAL USUL ORANG BUGIS
Asal usul orang bugis hingga kini masih tidak jelas dan
tidak pasti berbeda dengan wilayah Indonesia. Bagian barat Sulawesi selatan
tidak memiliki monument (hindu atau budha) atau prasasti baik itu dari batu
maupun dari logam, yang memungkinkan dibuatnya suatu kerangka acuan yang cukup
memadai untuk menelusuri sejarah orang bugis Sejak abad sebelum masehi hingga
kemasa ketika sumber-sumber tertulis barat cukup banyak tersedia. Sumber
tertulis setempat yang dapat diandalkan hanya berisi informasi abad ke 15 dan
sesudahnya,
KRONIK BUGIS
Hampir semua kerajaan bugis dan seluruh daerah bawahannya
hingga ketika paling bawah memiliki kronik sendiri. Mulai dari kerajaan paling
besar dan berkuasa sampai dengan kerajaan paling terkecil akan tetap hanya sedikit
dari kronik yang memandang seluruh wilayah di sekitarnya sebagai suatu
kesatuan. Naskah itu yang dibuat baik orang makassar maupun orang bugis yang
disebut lontara oleh orang bugis berisi catatan rincian mengenai silsilah
keluarga bangsawan, wilayah kerajaan, catatan harian, serta berbagai macam
informasi lain seperti daftar kerajaan-kerajaan atau daerah-daerah bawahan,
naskah perjanjian dan jalinan kerjasama antar kerjaan dan semuanya disimpan
dalam istana atau rumah para bangsawan
Lontara Bugis
SIKLUS LA GALIGO
Naskah La Galigo
bercerita tentang ratusan keturunan dewa yang hidup pada suatu masa selama 6
(enam) generasi turun temurun, Pada berbagai kerajaan di sulawesi selatan dan
daerah pulau-pulau disekitarnya. Naskah bersyair tersebut ditulis dalam bahasa
bugis kuno dengan gaya bahasa sastra tinggi. Hingga memasuki abad ke 20 Masehi
naskah la galigo secara luas diyakini oleh masyarakat bugis sebagai suatu
alkitab yang sacral dan tidak boleh dibaca tanpa didahului upacara ritual
tertentu.
Hingga kini versi lengkap siklus la galigo belum ditemukan
dari naskah-naskah yang masih ada. Banyak diantaranya hanya berisi
penggalan-penggalan cerita yang dimulai dan diakhiri dengan tiba-tiba atau
hanya berisi sebagian kecil dari cerita dari episode yang kadang-kadang tidak
bersambung. Namun demikian banyak sastrawan bugis dan orang awam
didaerah-daerah tertentu yang mengetahui sebagian besar dalam cerita siklus
tersebut mereka memperolehnya dari tradisi lisan.
Siklus la galigo telah melalui proses penyusunan secara
bertahap sebelum pada akhirnya menjadi sebuah karya besar. Mula-mula hanya
garis besar latar dan jalan cerita saja yang diciptakan, termaksud silsilah
para tokoh utamanya.
Untuk mengkaji sastra bugis itu para ilmuan beruntung dapat
mengandalkan hasil jerih payah ilmuan asal belanda R.A. Kern yang menerbitkan
catalog lengkap mengenai seluruh naskah la galigo yang kini tersimpan di
perpustakaan-perpustakaan eropa dan perpustakaan Matthes di makassar. Dari 113
Naskah yang ada yang terdiri atas 31.500 Halaman R.A Kern Menyaring dan membuat
ringkasan setebal 1356 Halaman yang merincikan Ratusan Tokoh yang terdapat
dalam seluruh cerita.
La Galigo merupakan epos terbesar didunia dan epos tersebut
lebih panjangan dari Epos Mahabharata. Naskah la galigo terpanjang yaitu
dikarang pada pertengahan abad ke 19 atas tanggung jawab seorang perempuan raja
bugis yang bernama I Colli Puji’e Arung Tanete naskah setebal 2851 Halaman
polio tersebut diperkirakan mengandung sepertiga dari pokok cerita seluruhnya.
HIPOTESIS REKONSTRUKSI PRASEJARAH BUGIS
Sejak awal mungkin 50.000 tahun yang lalu sulawesi selatan
sebagaimana daerah lain dipulau asia tenggara telah dihuni manusia yang sezaman
dengan manusia wajak di jawa mereka mungkin tidak terlalu beda dengan penghuni
Australia pada masa itu di asia tenggara, mereka mengalami proses penghalusan
bentuk wajah dan tengkorak kepala meski memiliki Fenotipe Australoid.
Pada permulaan abad ke 20, penjelajah asal swiss yakni Paul
Sarasin dan sepupuhnya Fritz Sarasin mengemukakan sebuah hipotesis bahwa to’ale
(Manusia Penhuni hutan) sekelompok kecil manusia yang hidup diberbagai gua
dipegunungan Lamocong (Bone bagian selatan) adalah keturunan langsung dari
manusia penghuni gua pra sejarah dan ada hubungannya dengan manusia Veddah di
srilangka
CARA HIDUP DAN KEBUDAYAAN AWAL BUGIS
Kehidupan sehari-hari
orang bugis pada hamper seluruh millennium pertama masehi mungkin tidak terlalu
jauh berbeda dengan cara hidup orang toraja pada permulaan abad ke 20. mereka
hidup bertebaran dalam berbagai kelompok di sepanjang tepi sungai, dipinggirin
danau, di pinggiran pantai dan tinggal dalam rumah-rumah panggung. Sebagai
pelengkap beras dan tumbuhan lading lain. Merekapun menangkap ikan dan
mengumpulkan kerang. Orang bugis dikenal sebagai pelauk ulung dengan
menggunakan Phinisi mereka mengarungi samudra dengan gagah beraninya disamping
itu pula orang bugis sangat pandai dalam bertani dan berladang. Bertenun kain
adalah salah satu keterampilan nenek moyang orang bugis.
Orang bugis pada masa awal itu kemungkinan besar juga
mengayau kepala untuk dipersembahkan acara ritual pertanian dan kesuburan
tanah. Pada umumnya orang bugis mengubur mayat-mayat yang sudah meninggal,
meski ada pula mayat yang di benamkan (danau atau laut) atau disimpan di
pepohonan. Situs-situs megalitikum yang pernah nenek moyang mereka mungkin
merupakan saksi kegiatan penguburan ganda atau penguburan sekunder. Kepercayaan
mereka masih berupa penyembahan arwah leluhur. Terhadap para arwah itu
sesajen-sesajen dipersembahkan lewat perantara dukun.
BUDAYA BENDAWI
Pakaian
Gambaran tentang
tokoh-tokoh dalam La galigo dapat diperoleh dengan melihat pakaian yang
dikenakan Pengantin Bangsawan tinggi masa itu, yang selalu meniru-niru adapt
kebiasaan masa lalu pria dan wanita mengenakan sarung hingga mata kaki (sampu’
,yang dinamakan unrai bagi perempuan), menyerupai awi’ yang kini digunakan
pengantin laki-laki. Pada perempuan sarung tersebut dililit dengan sebuah ikat
pinggan logam. Sedangkan pada pria, sarung di lilit dengan sabuk tenunan dan
diselipkan sebuah senjata tajam atau badik (gajang)
Rumah Adat
Baik para bangsawan
dan rakyat biasa tinggal dirumah panggung, namun istana (langkana atau sao kuta
bagi dewa-dewa) sama dengan rumah biasa, namun ukuranya lebih besar dengan
panjang sekurang-kurang nya 12 Tiang dan lebar 9 Tiang. Rumah tersebut memiliki
tanda khusus untuk menunjukkan derajat penghuninya.
Tarian Dan Hiburan Rakyat
Tarian yang sering
digunakan untuk menjamu tamu kadang-kadang menarikan tari ‘maluku’ (sere
maloku) . namun tidak disebutkan adanya pembacaan naskah secara berirama
(ma’sure’ selleng) yang sangat popular dilakukan pada acara-acara seperti itu
di lingkungan bangsawan hingga abad ke 20.
Hiburan utama adalah sabung ayam atau adu perkelahian ayam
(ma’ saung) hampir disetiap istana dibawah pohon cempa (ri awa cempa) berdiri
gelanggang atau arena sabung ayam ber atap tapi tidak berdinding.
Hiburan rakyat lainnya adalah ‘raga’ sebuah permainan kaum
pria dalam suatu lingkaran yang memainkan bola rotan anyaman yang menyerupai
bola takraw. Bola tersebut tidak dibolehkan menyentuh tanah atau tersentuh
tangan. Pemenangnya adalah pemain yang paling lama memainkan bola dengan kaki
atau badannya (selain tangan) dan dapat menendang bolanya paling tinggi ke
udarah.
PERANG
Boleh dikatankan perang dalam taraf tertentu merupakan
hiburan bagi kaum lelaki. Juga merupakan medan untuk menguji kejantanan para
pemberani (to warani). Alat yang digunakan dalam peperangan adalah Sumpit
(seppu’) dengan anak panah beracun, Tombak (bessi), pedang pendek (alameng),
senjata penikam atau badik (gajang)
Perlengkapan Perang Orang Bugis
MASYARAKAT LA GALIGO
Masyarakat yang digambarkan dalam epos La Galigo tampak
sangat hirarkis. Datu, sang penguasa orang yang paling terkemuka dalam
kerajaan. Dialah yang menjaga keseimbangan lingkungan , baik itu lingkungan
alam maupun lingkungan social, dan merupakan pewaris keturunan dewa dimuka
bumi.
Sebenarnya bukan hanya datu tetapi seluruh bangsawan dalam
tingkatan tertentu ikut memegang status keramat, karena mereka semua dianggap
sebagai keturunan dewata. Mereka semua dipercaya memiliki darah putih (dara
takku)
Dalam dunia bugis kuno kalangan biasa yang berdarah merah
dipandang memiliki perbedaan Fundamental dari bangsawan berdarah putih yang
membawa esensi kedewataan kemuka bumi.
Referensi Buku : Manusia Bugis
1 komentar:
boleh la
Posting Komentar