Home » » Seputar Gas Wajo

Seputar Gas Wajo


WAJO DAN POTENSI GAS ALAM YANG DIMILIKI

Wajo adalah sebuah Kabupaten yang terkenal dengan kota sutera, selain itu juga terkenal sebagai penghasil gas terbesar di Sul-Sel. Kabupaten Wajo dengan Luas 2.506,19 Km2 memiliki wilayah kerja pertambangan yang disebut Blok Sengkang dengan Luas + 24,54 Km2, sedangkan luas Wilayah Kuasa Pertambangan ( WKP Blok Sengkang ) meliputi beberapa kabupaten tetangga adalah seluas  1.825.997 Km2. Sesuai data yang ada, dimana cadangan Gas Alam Kab. Wajo diperkirakan sekitar 600 Milyar Standar Kaki Kubic (BSCF) yang terletak di desa Kampung Baru Kecamatan Gilireng dan patila kecamatan pammana.
Pada tahun 1981 dilakukan ekspolorasi pada 14 titik lokasi yang menghasilkan gas hanya 9 sumur dengan Kedalaman rata-rata antara 2500-4000 kaki.
Dari 9 sumur tersebut berlokasi masing-masing :
-          6 Sumur berlokasi di Kampung Kec. Gilireng Kab. Wajo
-          2 Sumur berlokasi di Walanga Kec. Penrang Kab. Wajo
-          1 Sumur di sampi-sampi kec. Majauleng Kab. Wajo
Ke 3 Lokasi tersebut telah disertifikasi . Pada tanggal 24 Oktober 1970 s/d 23 Oktober 2000, terbit kontrak pruduction Sharing Sengkang dengan pihak-pihak yang terlibat, dalam hal ini pertamina dan Energy Equity Epic Sengkang disahkan oleh Pemerintah (Menteri Pertambangan dan Energi) dengan dasar hukum Undang-Undang No. 44 Tahun 1960 dab UU No. 3 1971 dan pada tanggal 24 Oktober 2000 s/d 24 Oktober 2020 terbit kontrak ke dua (perpanjangan), KKKS.
Dengan eksploitasi gas alam tersebut selama puluhan tahun Pemda Kab. Wajo belum mendapatkan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Lifting Gas Alam Kab. Wajo berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pada Pasal 14 Ayat   f   :  menyatakan bahwa penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Yang Porsinya 12 %  Untuk Daerah Penghasil ,12 % Untuk Daerah Non Penghasil dan 6 % Untuk Pemda Provinsi. Tapi pada kenyataannya pemerintah kabupaten wajo tidak mendapatkan apa-apa. Andi Riyanto selaku pimpinan gas alam kampung baru mengatakan bahwa pemda kabupaten wajo tidak mendapatkan dana bagi hasil dikarenakan gas alam yang di hasilkan selama ini masih jauh dari standar sehingga selalu mendapatkan minus. Padahal hasil yang mereka eksploitasi ini adalah salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh masyarakat wajo jadi sudah selayaknya ketika pemerintah wajo mendapatkan apa yang menjadi haknya dan masyarakat mendapatkan SCRnya karena itu sudah diatur dalam undang-undang. Pikah perusahaan berhak memberikan SCR kepada warga khususnya daerah penghasil.
Sadar atau tidak, keberadaan gas alam yang terletak di kampung baru kecamatan gilireng dan patila kecamatan pammana sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Masyarakat wajo yang nota benenya sebagaian besar adalah petani merasa resah sejak hadirnya perusahaan ini. Bagaimana tidak, masyarakat yang Cuma mengandalkan air tadah hujan untuk menggarap sawah dan ladang mereka kini jarang di jumpai di wajo. Masyarakat yang dulunya biasa panen dua kali dalam setahun kini satu kali pun terasa sangat susah. Semua itu dikarenakan oleh pengarus gas alam ini. Coba saja bayangkan, lahan yang dulunya merupakan hutan lebat yang merupakan tempat penampungan air kini telah disulap menjadi gedung-gedung yang mewah sehingga menjadikan kota sengkang menjadi kota yang sangat panas.
CSR merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan kepada masyarakat sekitar  khususnya untuk daerah penghasil, tapi pada kenyataannya tidak jauh berbeda dengan nasib pemerintah kabupaten wajo yang tidak mendapatkan apa-apa selain limbah industry yang bisa saja membahayakan warga sekitar.
  Sehubungan dengan hal itu masyarakat wajo merasa perlu mengadakan perubahan terhadap mekanisme bagi hasil yang dijadikan acuan selama ini. Masyarakat berusaha untuk menyampaikan aspiranya tapi pada kenyataannya ditanggapi dingin oleh pihak perusahaan makanya masyarakat yang tergabung dalam aliansi turun kejalalan menyuarakan aspirasinya. Tapi kenyataanya sampai detik ini  tindak lanjut kasus konflik agraria, antara PT. Energy Equity Epic Sengkang (PT. EEES) dengan masyarakat belum menemukan titik terang, masyarakat menilai  penyelesaian masalah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab Wajo, cenderung berjalan timpang. Kecenderungan tersebut nampak terlihat bahwa, setiap pengakomodasian pertemuan yang difasilitasi oleh Pemprov maupun Pemkab Wajo, lebih menitikberatkan kepada unsur-unsur Muspida saja, tanpa melibatkan partisipasi masyarakat lokal atau masyarakat dampak.
Pada saat pertemuan dengan Wakapolri, Yusuf Manggabarani, hanya mengundang  para Kepala Desa saja, tapi tidak bersama masyarakat. Pernyatan bahwa, masyarakat cukup diwakili dengan Kepala Desa-nya masing-masing, ini menunjukkan adanya upaya pembungkaman secara halus dari pihak Pemprov dan Pemkab. Pada dasarnya masyarakat menghormati dan menghargai terhadap para Kepala Desa-nya, namun, masyarakat berharap akan lebih baik, kalau masyarakat diikut-libatkan dalam pertemuan tersebut. Dan, dalam pertemuan dengan Wakapolri, tidak terjadi dialog.
Pada pertemuan hari Rabu, tanggal 5 Mei 2010, pukul 15.00 hingga selesai, yang difasilitasi oleh Pemprov dan Pemkab, hanya berlangsung sekitar 25 menit saja. Pertemuan tersebut terdiri dari dari unsur-unsur Muspida. Dalam pertemuan itu, rombongan Pemprov yang dipimpin langsung oleh Gubernur Syahrul Yasin Limpo. Juga tampak hadir Ketua DPRD Provinsi, HM Roem. Dijajaran Pemkab sendiri, diwakili langsung oleh Bupati Kab Wajo, Andi Burhanuddin Unru, DPRD Wajo Junaidi (Wakil ketua DPRD Wajo). Dalam pertemuan itu, sekali lagi tampak tidak menghasilkan apa-apa. Pidato Syahrul Yasin Limpo, lebih mengeksplorasi keberhasilan-keberhasilan selama ini akan prestasi yang dicapainya. Sementara ruang untuk membahas permasalahan yang sesungguhnya, tidak begitu ter-respon. Dan, pertemuan itu, sesi dialog tidak terjadi. Di sisi lain, unsur masyarakat sekali lagi tidak dilibatkan.
Pada perkembangan selanjutnya, tindak lanjut pertemuan untuk penyelesaian konflik, yang sedianya untuk mempertemukan pihak yang terkait, seperti, BP-MIGAS, Depkeu, pihak PT. EEES, Pemprov, Pemkab dan masyarakat, juga mahasiswa dan ornop pendamping. Akan melakukan pertemuan dalam rangka upaya penyelesaian konflik. Sedianya akan dilaksanakan, Tapi, pelaksanaannya terundur dan tempat pelaksanaannya-pun dipindahkan di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa, keseriusan untuk menyelesaikan masalah, berindikasi diselesaikan dengan jalur informal.
Meski demikian perjuangan masyarakat tetap berlanjut sampai akhirnya menumukan sedikit titik terang. Ketegangan antara masyarakat,pemda dan pihak perusahaan kini mulai mencair. Pihak perusahaan kini mulai menunjukkan kepedulian kepada tuntutan masyarakat dan pemerintah setempat. Kini masyarakat sudah mulai bisa menikmati apa yang menjadi hak mereka selama ini meskipun belum sepenuhnya.
Share this article :

3 komentar:

Unknown mengatakan...

ada lowongan kerja?? :/

Kahar Siraj mengatakan...

Insya Allah SIAP...

Unknown mengatakan...

Maaf kalau boleh tau gas yang ada d wajo,d mana letak pelabuhannya tempat berlabuhnya gas tersebut.karena smpai umur skrg orang orang tdk pernah tahu d mana letaknya atau ujung dari pada gas tersebut cerita cuma patila tidak ada pelabuhan dkat laut.apalagi gilireng jauh dari laut juga.srkian terima kasih

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2012. Mekar Barisan Muda Wajo - All Rights Reserved
Template Modify by Pelajar Pro
Proudly powered by Blogger